Sebuah Proses



“Kemana kamu selama ini?”, tanya seseorang pada sosok yang dirindukan.

“Aku? Dari dulu aku masih di tempatku. Tidak berpindah sedikitpun menuju tempat lain”, jawabnya.

“Kenapa tidak pernah memberi kabar? Menyapaku paling tidak”

“Maaf, bukan maksudku untuk sengaja tidak memberi kabar, ataupun bermaksud sombong terhadapmu”

“Lantas? Apakah kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu? Atau kamu telah menemukan duniamu sendiri?”

“Aku sedang menikmati proses”

“Menikmati proses? Apa maksud perkataanmu?”

“Kamu tahu? Sadar ataupun tidak sadar, selama ini kita sedang terlibat pada sebuah proses. Bahkan jauh sebelum aku mengenalmu. Jauh sebelum kita memulai sebuah perbincangan”

“Proses apa yang kamu maksudkan?”

“Coba renungkan, ketika dulu kita masih sering bertemu, ketika hampir tidak ada jarak ruang dan waktu di antara kita, hingga pada akhirnya waktu memisahkan. Apakah ada yang salah? Waktu kah yang bertanggungjawab atas semuanya? Atau keadaan pada saat itu? Rasanya tidak bijak jika kita terus menerus menyalahkan waktu dan keadaan. Waktu telah menjalankan tugasnya dengan baik sebagai dirinya bahkan hingga sekarang ini, dan keadaan, keadaan tidak mengambil peran sama sekali, ia hanya memberikan jawaban atas apa yang kita putuskan”.

“Lalu siapa yang salah?”

“Bukan tentang siapa yang salah, ini lebih pada bagaimana cara kita memandang. Selama ini aku mencoba memahami dari sudut-sudut lain, mencari jawaban atas permasalah ini”

“Permasalahan? Jadi selama ini kamu berlaku demikian karena ada permasalahan diantara kita?”

“Ini permasalahku, dan aku berkewajiban untuk mencari jawabannya”

“Apa yang kau dapat?”

“Seperti yang aku katakan tadi, sejatinya kita sedang terlibat dalam sebuah proses. Oleh karena itu kita tidak berhak untuk menyalahkan apapun yang telah terlibat di dalamnya. Kamu tahu? Tuhan telah menuliskan perjalanan hidup kita lalu menyimpannya untuk menjadi sebuah rahasia. Jadi tidak ada yang salah dengan hidup ini. Salah dan benar adalah cara untuk kita dalam menjalani hidup. Jika kita memilih untuk menggunakan cara yang salah, maka salah telah mempredikatkan kita manusia yang tersesat, demikian juga sebaliknya. Aku hanya tidak ingin salah dalam menjalani proses”.

“Aku berharap, pada perjalanannya, Tuhan mengijinkanku untuk menjadi akhir dari proses itu”

“Maksud kamu?”

Lalu hening, menyisakan seribu pertanyaan tanpa jawab. Sekali lagi, waktu lah yang mengambil peran.





Komentar

Posting Komentar

Boleh berkomentar... :)

Postingan populer dari blog ini

Coretan malam

Selesai yang Bukan Akhir