Kamu, Petrichor Itu

    
    Aku baru saja meletakkan tas kerja dan belum sempat mencuci muka ketika ibumu tiba-tiba menghadangku. Aku juga belum mampu menerjemahkan raut mukanya karena pikiranku belum beranjak dari pekerjaan, setelah seminggu terakhir aku harus pulang lebih larut dari biasanya. Rasa lelah masih menggelayut saat dia menarik tanganku agar duduk di sebelahnya. Ada sesuatu yang ingin dikatakan kepadaku dengan segera, tebakku saat itu. Maka akupun diam siap mendengarkan apa yang akan dikatakan. Bukan kalimat yang dia katakan, namun ditunjukannya sebuah benda padaku. Sebuah benda kecil tipis sepanjang jari kelingkingku, ada strip di tengahnya, nampak dua strip merah. Awalnya aku merasa biasa saja karena belum tahu apa artinya. Namun ketika ibumu mengatakan bahwa itu artinya dia hamil, rasa campur aduk seketika muncul, haru dan bahagia, ucapan syukur tak terkira pada Yang Maha Memberi Hidup, Allah swt.

     Kamu adalah hujanku dalam tandusnya suasana, petrichor yang memecah hampa.  Kamu adalah doaku dan doa ibumu. Baik-baiklah di sana, dalam rahim ibumu. Ijinkan aku belajar menjadi peran lain dari biasanya, sebelum kamu benar-benar lahir ke dunia. Semenjak kemunculanmu, ibumu menjadi berbeda dari biasanya. Dia menjadi lebih sensitif. Ya, aku bisa memaklumi, bukanlah itu hal biasa yang terjadi pada seseorang yang tengah mengandung? Hanya saja, aku harus lebih peka. Lain waktu aku ceritakan padamu betapa 'tersiksanya' dia pada awal-awal kemunculanmu.  







       

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Libur Lebaran dan Moment Hidup Syafa

Menyapa Gede-Pangrango (catper part 4)

Untuk Sebuah Nama