Untuk Sebuah Nama


      Aku telah menceritakan banyak hal kepadamu. Tentangku, tentang duniaku, tentang segala macam hal yang aku rasa perlu aku ceritakan. Tak ada harapan lain kecuali agar engkau memahami darimana aku tumbuh dan dibesarkan,  bagaimana jalan hidupku sebelum ini, bagaimana aku melakukan kebiasaan-kebiasaan, sehingga engkau mampu menerima keberadaanku.  

     Aku tahu, aku belum melakukan banyak hal, belum membuktikan apapun, sementara di lain sisi engkau harus mempercayakan hidupmu kepadaku, sepenuhnya. Iya, menerima orang asing yang sama sekali belum kita kenal sebelumnya memang sulit, maka aku tidak akan memaksamu. Semuanya butuh waktu, perlu proses panjang untuk mengenal karakter masing-masing. Seperti yang pernah aku katakan padamu, memahami karakter seseorang adalah sebuah proses belajar sepanjang waktu. Maka janganlah lelah untuk terus belajar. Aku masih ingat dan akan terus mengingatnya, saat pertama kali aku datang menemuimu, rasanya aneh dan kadang menyisakan pertanyaan, “Bagaimana bisa aku melakukan hal demikian?” Mungkin engkaupun merasa demikian. Namun tekadku telah bulat sehingga siap dengan segala risikonya. Mulai saat itu pula lah titik awal untuk cerita  selanjutnya.  

     Mengenalmu dengan cara yang tidak biasa, akan menjadi bekal yang akan aku ceritakan pada anak-anakku kelak, tentang caraku menemukan ibunya. Tentang apa yang membuatku cukup lama dalam penantian, tentang mengapa aku menjadi lebih suka pada senja, tentang bagaimana aku menghabiskan hari demi hari, tentang jarak dan waktu yang harus aku taklukan.

    Sampai pada titik perjalanan ini. Aku bersyukur, karena Allah telah mengabulkan doaku. Bersanding denganmu di pelaminan. Maka sekian waktu yang pernah aku habiskan bersama senja, menjadi hal biasa yang tidak ada artinya. Ruang kosong di hati kini telah terpenuhi sosokmu. Bersamamu, maka doa-doaku akan kian membumbung ke langit. Bersamamu, saling belajar menikmati rasa suka dan duka. Rasa yang dulu terombang-ambing sekarang telah menemukan tempatnya, mengendap pada sisi paling dalam. Tulang rusuk yang sempat hilang kini telah aku temukan, memperkuat dan menyempurnakan penjagaan isi di dalamnya, sekeping hati.

      Setelah ini, aku akan memulai rangkaian cerita bersamamu. Sebagai dua insan yang saling melengkapi. Memulai sebagai keluarga kecil lalu membesar bersama. Kehidupan dunia hanyalah tempat singgah, maka janganlah menjadi cita-cita, akhiratlah yang paling utama. 

       Untuk sebuah nama yang tersebut dalam doaku,
       Untuk sebuah nama yang tertulis dalam rencana hidupku,
       Untuk sebuah nama yang akan mengisi hari-hariku, 
       Untuk sebuah nama, aku mencintaimu. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Libur Lebaran dan Moment Hidup Syafa

Menyapa Gede-Pangrango (catper part 4)