Pagi Merah Ramadhan

       Pagi merah di pertengahan bulan Ramadhan. Langit cerah, udara bersih dan sejuk di rasa, namun sayang itu hanya di atas sana, pada ketinggian dimana burung-burung menari-nari menikmati indahnya suasana, menjelajah cakrawala hingga ujung jauhnya. Sementara di sini, di bawah sini, pada tempat di mana hampir setiap sudut ruang dipenuhi debu jalanan, asap kendaraan, suara renyah ribuan knalpot, saya ‘berenang’ mengikuti arus manusia menuju tempat kerja. Ribuan manusia memenuhi jalan-jalan setiap harinya. Sesak nafas, penat dan keringat telah menjadi bagian dari perjalanan setiap hari, pulang dan pergi.  Kerap kali saya cemburu meyaksikan barisan burung yang terbang bebas di atas sana. Cemburu pada kebebasan yang mereka pertontonkan, meliuk-liuk melintasi segala penjuru langit. 

      Untuk saat ini, memang tidak ada pilihan lain daripada mengikuti apa yang menjadi tanggung jawab dan komitmen saya di awal masuk kerja. Bahwa bersedia ditempatkan di manapun diseluruh wilayah Indonesia adalah perjanjian yang telah saya sepakati dengan perusahaan. Berbeda dengan teman-teman satu angkatan yang ditempatkan di luar jawa, saya mendapatkan penempatan di sini, di Ibukota, setidaknya untuk satu tahun ini. Karena memang di perusahaan tempat saya bekerja tidak ada jaminan kepastian akan terus di tempatkan pada satu tempat, perpindahan dan rotasi karyawan merupakan bagian dari sebuah sistem yang mereka terapkan. Hal ini mengharuskan saya belajar sebagai manusia nomaden, membiasakan diri bekerja dengan orang yang selalu berbeda.

     Menikmati setiap detik waktu adalah cara saya mengurai kepenatan rutinitas. Mencoba mensyukuri atas segala nikmat dan karunia yang Allah limpahkan, berkaca diri dengan kondisi dan keberadaan saat ini. Pada akhirnya saya menyadari, bahwa dari perjalanan seperti demikianlah Allah membukakan ‘puzzle’ satu demi satu tentang gambaran masa depan yang akan saya capai. Jalan sudah dibukakan, langkah selanjutnya adalah mengarungi setiap jengkal perjalanan. 





Komentar