Mencari Nama


       
       Aku sudah menyiapkan sebuah nama untukmu. Tentu saja selain nama, aku dan ibumu telah membeli perlengkapan dan kebutuhan ketika nanti kamu lahir. Tidak semua langsung aku beli, tabunganku belum cukup jika langsung membeli semua perlengkapanmu, masih ada beberapa hal lain yang harus aku siapkan selain dari pada itu. Tak perlu khawatir, ibumu sudah membuat list lengkap apa saja yang perlu. Jika boleh jujur, aku lebih suka jika semua kebutuhan itu mengambil dari tabunganku sendiri  tanpa harus bergantung pada orang lain. Nak, hidup dalam bayang-bayang orang lain itu tidak seenak saat kita mampu berdikari, bersahajalah.

       Beberapa hari ini aku mulai mencari referensi nama. Meminta bantuan ke Bapakku untuk memberikan masukan, serta mencari di internet. Aku tidak ingin memberimu sekedar nama tanpa arti, aku ingin memberimu nama yang merangkum doaku, doa ibumu, doa kami. Tapi juga tidak terlalu membanimu dengan kata yang rumit dan arti yang berat. Aku harap kamu tidak menyesali atas apa yang aku berikan nanti. Aku harap dengan nama itu kamu senantiasa meresapi arti.

       Hal lain yang terasa berat bagiku adalah ketika aku harus berpisah denganmu dan ibumu. Selama lebih dari tujuh bulan kita bisa berkumpul setiap hari, walaupun ibumu sering melayangkan protes saat aku pulang terlalu malam. Sekarang ibumu tak lagi bisa protes. Dia sudah harus mempersiapkan diri menyambut kelahiranmu, kampung halaman adalah tempat terbaik karena setidaknya ada Mbah yang menjaganya. Aku tak masalah jika harus melepas rindu, pulang kampung dua minggu sekali untuk bertemu kalian.

      Nak, kamu tahu. Itu belumlah seberapa dibandingkan mereka yang hanya bisa bertemu bersama keluarga setelah berbulan-bulan lamanya. Dilingkungan kerjaku, sebagian mereka adalah para pejuang long distance. Bahkan yang telah berkeluarga selama berpuluh tahun, pun tak luput dari ujian itu. Aku tahu, mereka tak memiliki pilihan lain selain harus meninggalkan anak dan istri demi menafkahi keluarganya. Meskipun pekerjaanku yang kurang mendukung, namun menjadi figur seorang Ayah sepenuhnya bagimu adalah harapan besarku.  

    Terakhir kali periksa USG, untuk pertama kalinya aku melihat wajahmu, Nak. Senyummu begitu menentramkan hati kami. Kata dokter, kamu lebih banyak mirip ibumu, tapi apapun itu aku tetap bersyukur. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Libur Lebaran dan Moment Hidup Syafa

Menyapa Gede-Pangrango (catper part 4)

Untuk Sebuah Nama