Jemari Telah Kaku

Jakarta, April 2014

     Jemari ini terasa kaku untuk menekan tuts yang berjejer huruf-huruf. Sebuah alasan klasik adalah penyebabnya, sibuk dengan urusan pekerjaan dan tidak ada waktu untuk menulis. Kemarin dulu, biasanya ide untuk menulis mengalir begitu saja di isi kepala sehingga tidak perlu waktu lama untuk menuangkan unek-unek. Namun kali ini, ide-ide yang biasanya mengalir deras di kepala telah mampat karena lama tidak diasah. Analogi mata pisau dapat diambil sebagai contohnya, jika lama tidak digunakan untuk mengiris maka lama kelamaan akan berkarat.

     Namun, semakin lama pisau dibiarkan bukankah justru akan semakin tambah berkatar dan akhirnya keropos? Setidaknya analogi itulah yang cukup menggambarkan kondisi saya sekarang ini sebagai titik balik untuk kembali menulis. Suatu hari, ditengah kesibukan saya bekerja, saya melihat sebuah buku yang tergeletak di atas meja rekan saya. Awalnya hanya membaca judul sekilas pandang saja, sebuah judul yang sebenarnya biasa saja namun setelah sedikit mencerna maknanya, saya tertarik untuk membaca isinya. Halaman demi halaman saya baca, sampai pada akhirnya saya berhasil membaca keseluruhan isi buku tipis tersebut. Buku kecil tentang motivasi untuk menulis. Tidak ada komentar sedikitpun mengenai isi buku tersebut, saya mengangguk-angguk dan mengiyakan saja dalam hati. Karena memang apa yang dipaparkan dalam buku tersebut hampir semuanya merefleksikan kondisi saya saat ini. 

     Inoris memang, sayapun menyadari bahwa sekarang ini produktifitas dalam hal menulis bisa dibilang nol. Kalaupun ada ide yang muncul di isi kepala, dapat dipastikan bahwa hal itu hanyalah sebuah goresan imajiner yang akan terhapus oleh pergerakan jarum jam. Letupan-letupan ide yang kadang muncul tak terbendung seringkali menguap begitu saja, terbang lalu hilang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Libur Lebaran dan Moment Hidup Syafa

Kamu, Petrichor Itu